ASKEP PENYAKIT SIROSIS HEPATIS
A. Pengertian
• Sirosis hepatis adalah stadium akhir penyakit hati menahun dimana secara anatomis didapatkan proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi dan nekrosis.
• Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
• Sirosis adalah perusakan jaringan hati normal yang meninggalkan jaringan parut yang tidak berfungsi di sekeliling jaringan hati yang masih berfungsi.
Penyakit yang menyebabkan kerusakan hati akan mengakibatkan sirosis.
Penyebab sirosis adalah:
1. Penyalahgunaan alkohol
2. Penggunaan obat-obatan tertentu
3. Pemaparan terhadap bahan kimia tertentu
4. Infeksi (termasuk hepatitis B dan hepatitis C)
5. Penyakit autoimun (termasuk hepatitis autoimun menahun)
6. Penyumbatan saluran empedu
7. Sumbatan menetap pada aliran darah dari hati (misalnya sindroma Budd-Chiari)
8. Gangguan pada jantung dan pembuluh darah
9. Kekurangan alfa-1-antitripsin
10. Kadar galaktosa tinggi dalam darah
11. Kadar tirosin tinggi dalam darah pada saat lahir (tirosinosis kongenitalis)
12. Penyakit penimbunan glikogen
13. Kencing manis (diabetes)
14. Kurang gizi
15. Penumpukan tembaga yang berlebihan bawaan (penyakit Wilson)
16. Kelebihan zat besi (hemokromatosis).
B. Patofisiologi
Minuman yang mengandung alkohol dianggap sebagai factor utama terjadinya sirosis hepatis. Selain pada peminum alkohol, penurunan asupan protein juga dapat menimbulkan kerusakan pada hati, Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan minum dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.
Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada wanita dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 – 60 tahun.
Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang selama perjalanan penyakit sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjal dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas.
C. Penyebab
Beberapa penyebab dari sirosis hepatis yang sering adalah:
1) Post nekrotic cirrhosis (viral hepatits)
2) Proses autoimmune:
• Cronic active hepatitis.
• Biliary cirhosis
3) Alkoholisme
• Penyebab sirosis adalah:
1. Penyalahgunaan alkohol
2. Penggunaan obat-obatan tertentu
3. Pemaparan terhadap bahan kimia tertentu
4. Infeksi (termasuk hepatitis B dan hepatitis C)
5. Penyakit autoimun (termasuk hepatitis autoimun menahun)
6. Penyumbatan saluran empedu
7. Sumbatan menetap pada aliran darah dari hati (misalnya sindroma Budd-Chiari)
8. Gangguan pada jantung dan pembuluh darah
9. Kekurangan alfa-1-antitripsin
10. Kadar galaktosa tinggi dalam darah
11. Kadar tirosin tinggi dalam darah pada saat lahir (tirosinosis kongenitalis)
12. Penyakit penimbunan glikogen
13. Kencing manis (diabetes)
14. Kurang gizi
15. Penumpukan tembaga yang berlebihan bawaan (penyakit Wilson)
16. Kelebihan zat besi (hemokromatosis).
• Ada 3 tipe sirosis hepatis :
• Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.
• Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
• Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
D. Manifestasi Klinis
1. Mual-mual, nafsu makan menurun
2. Cepat lelah
3. Kelemahan otot
4. Penurunan berat badan
5. Air kencing berwarna gelap
6. Kadang-kadang hati teraba keras
7. Ikterus, spider naevi, erytema palmaris
8. Asites
9. Hematemesis, melena
10. Ensefalopati
E. Tanda dan Gejala
Penyakit sirosis hepatis mempunyai gejala seperti ikterus dan febris yang intermiten. Adanya pembesaran pada hati. Pada awal perjalanan sirosis hepatis ini, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni).
Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol-benjol (noduler). Obstruksi Portal dan Asites. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan.
Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh. Varises Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrofik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Edema. Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
F. Prognosis Yang Jelek
1. Adanya ikterus yang jelek.
2. Pengobatan sudah satu bulan tanpa perbaikan.
3. Asites.
4. Hati yang mengecil.
5. Ada komplikasi yang neurologist.
6. Ensefalopati.
7. Perdarahan.
G. Pemeriksaan penunjang
• Pemeriksaan Laboratorium
1. Pada Darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer / hipokrom makrositer, anemia dapat dari akibat hipersplemisme dengan leukopenia dan trombositopenia, kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik.
2. Kenaikan kadar enzim transaminase – SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3. Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan menghadapi stress.
4. Pemeriksaan CHE (kolinesterase). Ini penting karena bila kadar CHE turun, kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal / tambah turun akan menunjukan prognasis jelek.
5. Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.
6. Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati. Pemberian vit K baik untuk menilai kemungkinan perdarahan baik dari varises esophagus, gusi maupun epistaksis.
7. Peningggian kadar gula darah. Hati tidak mampu membentuk glikogen, bila terus meninggi prognosis jelek.
8. Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/ HbcAb, HBV DNA, HCV RNA., untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi transpormasi kearah keganasan
9. Pemeriksaan.Urine : bila ada ikterus, urobilin dan bilirubin menjadi positif.
10. pemeriksaan Feses : ada perdarahan maka test benzidin positif.
11. Pemeriksaan Darah : dapat timbul anemia, hipoalbumin, hiponatrium.
12. Test faal hati
Pemeriksaan Laboratorium
1. Urine : bila ada ikterus, urobilin dan bilirubin menjadi positif.
2. Feses : ada perdarahan maka test benzidin positif.
3. Darah : dapat timbul anemia, hipoalbumin, hiponatrium.
4. Test faal hati.
H. Anatomi Fisiologi
Gambar : Anatomi Fisiologi Sirosis Hepatis
I. Penatalaksanaan
1. Istirahat yang cukup sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
2. Makanan tinggi kalori dan protein.
3. Mengatasi infeksi dengan antibiotic.
4. Memperbaiki keadaan gizi.
5. Roboransia.Vitamin B Kompleks yang cukup. Dilarang makan-makanan yang mengandung alcohol.
Penatalaksanaan asites dan edema adalah :
1. Istirahat dan diet rendah garam.
2. Bila Istirahat dan diet rendah garam tidak dapat diatasi, diberikan pengobatan diuretic berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila setelah 3-4 hari tidak terdapat perubahan.
3. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi medikamentosa yang intensif), dilakukan terapi parasentesis.
4. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1kg/2 hari atau keseimbangan cairan negative 600-800 ml/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam satu saat, dapat mencetus ensefalopati hepatic.
KONSEP DASAR TEORI
ASKEP PENYAKIT SIROSIS HEPATIS
1.Pengkajian
o Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
o Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit Sirosis hepatis. Apakah pernah sebagai pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani pasien.
o Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah penyakit-penyakit yang dalam keluarga sehingga membawa dampak berat pada keadaan atau yang menyebabkan Sirosis hepatis, seperti keadaan sakit DM, hipertensi, ginjal yang ada dalam keluarga. Hal ini penting dilakukan bila ada gejala-gejala yang memang bawaan dari keluarga pasien.
o Riwayat Tumbuh Kembang
Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan pertumbuhan seseorang yang dapat mempengaruhi keadaan penyakit, seperti ada riwayat pernah icterus saat lahir yang lama, atau lahir premature, kelengkapan imunisasi, pada form yang tersedia tidak terdapat isian yang berkaitan dengan riwayat tumbuh kembang.
o Riwayat Sosial Ekonomi
Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang sekitar yang pernah mengalami penyakit hepatitis, berkumpul dengan orang-orang yang dampaknya mempengaruhi perilaku pasien yaitu peminum alcohol, karena keadaan lingkungan sekitar yang tidak sehat.
o Riwayat Psikologi
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat menerima, ada tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya. Kita kaji tingkah laku dan kepribadian, karena pada pasien dengan sirosis hepatis dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku dan kepribadian, emosi labil, menarik diri, dan depresi. Fatique dan letargi dapat muncul akibat perasaan pasien akan sakitnya. Dapat juga terjadi gangguan body image akibat dari edema, gangguan integument, dan terpasangnya alat-alat invasive (seperti infuse, kateter). Terjadinya perubahan gaya hidup, perubaha peran dan tanggungjawab keluarga, dan perubahan status financial (Lewis, Heitkemper, & Dirksen, 2000).
o Pemeriksaan Fisik
Kesadaran dan keadaan umum pasien
Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar – tidak sadar (composmentis – coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien, kekacuan fungsi dari hepar salah satunya membawa dampak yang tidak langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya dengan adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada otak.
Tanda – tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala – kaki
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dan lebih focus pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA untuk mengetahui adanya penambahan BB karena retreksi cairan dalam tubuh disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi yanag terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan.
1. Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik, konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul dan ada nyeri tekan pada perabaan hati. Sedangkan pada pasien Tn.MS ditemukan adanya pembesaran walaupun minimal (USG hepar). Dan menunjukkan sirosis hati dengan hipertensi portal.
2. Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara :
-Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII)
-Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.
3. Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena kolateral dan acites, manifestasi diluar perut: perhatikan adanya spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia dan atropi testis pada pria, bias juga ditemukan hemoroid.
A. DATA FOKUS
1) Data Subyektif
• Keluhan perut tidak enak, mual dan nafsu makan menurun.
• Mengeluh cepat lelah.
4. M Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik, konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul dan ada nyeri tekan pada perabaan hati. Sedangkan pada pasien Tn.MS ditemukan adanya pembesaran walaupun minimal (USG hepar). Dan menunjukkan sirosis hati dengan hipertensi portal.
5. Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara :
-Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII)
-Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.
6. Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena kolateral dan acites, manifestasi diluar perut: perhatikan adanya spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia dan atropi testis pada pria, bias juga ditemukan hemoroid.
• engeluh sesak nafas
2) Data Obyektif
• Penurunan berat badan
• Ikterus.
• Spider naevi.
• Anemia.Air kencing berwarna gelap.
• Kadang-kadang hati teraba keras.
• Kadar cholesterol rendah, albumin rendah.
• Hematemesis (muntah darah yang berasal dari saluran cerna) dan Melena (pengeluaran feses yang yang berwarna hitam).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:
1. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia.
2. Intolerans aktifitas b/d kelemahan otot.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia.
Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil: menunjukkan peningkatan nafsu makan.
Intervensi :
• Diskusikan tentang pentingnya nutrisi bagi klien.
• Anjurkan makan sedikit tapi sering.
• Batasi cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan.
• Pertahankan kebersihan mulut.
• Batasi makanan dan cairan yang tinggi lemak.
• Pantau intake sesuai dengan diet yang telah disediakan.
Rasional :
• Nutrisi yang baik dapat mempercepat proses penyembuhan.
• Peningkatan tekanan intra abdominal akibat asites menekan saluran GI dan menurunkankapasitasnya.
• Cairan dapat menurunkan nafsu makan dan masukan.
• Akumulasi partikel makanan di mulut dapat menambah bau dan rasa tak sedap yang menurunkan nafsu makan.
• Kerusakan aliran empedu mengakibatkan malabsorbsi lemak.
• Untuk mencukupi nutrisi intake harus adekuat.
2) Intoleransi aktifitas b/d kelemahan otot.
Tujuan: Klien dapat beraktifitas sesuai dengan batas toleransi.
Kriteria hasil: menunjukkan peningkatan dalam beraktifitas.
Intervensi :
• Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktifitas contoh: apakah tekanan darah stabil, perhatianterhadap aktifitas dan perawatan diri.
• jelaskan pola peningkatan bertahap dari aktifitas contoh: posisi duduk di tempat tidur, bangundari tempat tidur, belajar berdiri dst.
• Berikan bantuan sesuai dengan kebutuhan (makan, minum, mandi, berpakaian dan eleminasi).
Rasional :
• Stabilitas fisiologis penting untuk menunjukkan tingkat aktifitas individu.
• Kemajuan aktifitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.
• Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi.
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema.
Tujuan : Tidak terjadi dekubitus
Kriteria hasil : Integritas kulit baik
Intervensi :
• Batasi natrium seperti yang diresepkan.
• Berikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit.
• Ubah posisi tidur pasien dengan sering.
• Timbang berat badan dan catat asupan serta haluaran cairan setiap hari.
• Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematus.
• Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, maleolus dan tonjolan tulang lainnya.
Rasional :
• Meminimalkan pembentukan edema
• Jaringan dan kulit yang edematus mengganggu suplai nutrien dan sangat rentan terhadaptekanan serta trauma.
• Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi edema.
• Memungkinkan perkiraan status cairan dan pemantauan terhadap adanya retensi sertakehilangan cairan dengan cara yang paling baik.
• Meningkatkan mobilisasi edema.
• Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika dilakukan dengan benar.
D. IMPLEMENTASIKEPERAWATAN
1) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia.
implemntasi:
• Mendiskusikan tentang pentingnya nutrisi bagi klien.
• Menganjurkan makan sedikit tapi sering.
• Membatasi cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan.
• Mempertahankan kebersihan mulut.
• membatasi makanan dan cairan yang tinggi lemak.
• Pantau intake sesuai dengan diet yang telah disediakan
Hasil:
• Klien tepat dalam pemberian nutrisi
• Pasien menghabiskan porsi makanan yang disediakan.
• Pemberian cairan berlebihan dapat dikontrol agar klien dapat makan
• Mulut pasien tampak bersih dengan diberikan perawatan mulut
• Klien tidak mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak
• Intake selalu dikontrol agar adekuat
2) Intoleransi aktifitas b/d kelemahan otot..
Intervensi :
• Mengkaji kesiapan untuk meningkatkan aktifitas contoh: apakah tekanan darah stabil, perhatian terhadap aktifitas dan perawatan diri.
• Menjelaskan pola peningkatan bertahap dari aktifitas contoh: posisi duduk di tempat tidur, bangundari tempat tidur, belajar berdiri dst.
• Memberikan bantuan sesuai dengan kebutuhan (makan, minum, mandi, berpakaian dan eleminasi).
Hasil:
• Aktivitas klien tampak imobilisasi dan tidak dapat melakukan perawatan secara mandiri
• Pola peningkata bertahap dari aktifitas pasien selalu dipantau
• Klien selalu mendapatkan bantuan dari keluarganya dalam melakukan aktifitasnya
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema.
Intervensi :
• membatasi natrium seperti yang diresepkan.
• Memberikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit.
• mengubah posisi tidur pasien dengan sering.
• Menimbang berat badan dan catat asupan serta haluaran cairan setiap hari.
• melakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematus.
• Meletakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, maleolus dan tonjolan tulang lainnya.
Hasil:
• Natrium terkontrol seperti yang diresepkan
• Perawatan kulit tetap dilakukan agar kondisi kulit pasien terhindar dari edema
• Posisi tidur pasien seriang diubah untuk mencegah terjadinya edema
• Bb klien tampak menurun drastis dan asupan selalu serta haluan cairan selalu dikontrol
• Pasien dapat melakukan gerak pasif ,
• Bantalan busa terpasang dibawah tumit, maleolus dan tonjolan tulang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Marylin E. Doengoes (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Mansjoer Arif, dkk. Buku Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2001.Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana asuhan keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.
Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.
Alexander, Fawcett, Runciman. (2000). Nursing Practice Hospital and Home the Adult, Second edition, Toronto. Churchill Livingstone.
Askep Dermatitis Eksfoliatifa
Ditulis oleh hidayat2 di/pada Mei 26, 2009
ASUHAN KEPERAWATAN DERMATITIS EKSFOLIATIFA
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Dermatitis eksfoliatifa disebut juga eritroderma yaitu merupakan kelainan kulit yang ditandai dengan eritema seluruh tubuh disertai skuama.
B. Etiologi
Belum diketahui dengan pasti bagaimana terjadinya keadaan reaktif tersebut. Penyakit yang sering mendasarinya adalah :
1. Penyakit kulit yang mengawali :
1. Psoriasis
2. Dermatitis atopic
3. Dermatitis Seboroik
4. Dermatitis Rubra Pilaris
5. Pityriasis rubra pilaris
6. Dermatitis ikhtiosiformis
7. Pemfigus folenceus
8. Likhen planus
2. Dermatitis kontak
3. Erupsi obat
4. Limfoma, leukemia, keganasan internal
5. Idiopatik
C. Patofisiologi
Terjadi proses keratinisasi lebih cepat dari waktu normal (28 hari) karena penyakit yang mendahuluinya sebagai factor pencetus terjadinya dermatitis eksfoliatifa dan mekanisme terjadinya belum diketaui.
D. Tanda dan Gejala
Erupsi dermatitis eksfoliatifa umumnya diawali dengan demam dan mengigil dan gejala ini akan selalu berulang setiap kali penyakit menghebat. Pada kasus-kasus yang disebabkan oleh psoriasis didapati eritema yang tidak merata yaitu berupa lekukan miliar, tetapi tanda ini hanya menyokong dan tidak patognomosis untuk psoriasis. Pada kasus yang disebabkan oleh limfoma sering disertai malaise dan berbagai gejala konstitusional. Kulit akan teraba hangat dan kaku yang disertai kerontokan rambut dan distrofi kuku yang akan menebal karena adanya keratosis sub ungula sehingga ujung kuku akan meninggi (elevated nail). Pada orang-orang kulit berwarna umumnya akan segera terjadi hiperpigmentasi paska inflamasi.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
1. Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin, globulin
2. Urin : pemerikasaan histopatologi
2. Penunjang : pemeriksaan histopatologi
F. Komplikasi
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Infeksi sekunder
G. Penatalaksanaan
1. Umum
1. Mengatasi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Mengatasi hipotermia
3. Perbaikan kesadaran umum
4. Emolient untuk mengurangi kulit yang kaku
2. Khusus pengobatan spesifik tergantung kausa. Umumnya dengan kortikosteroid dengan dosis awal 40-60 mg prednison/hari. Antibiotika diberikan terutama untuk kasus-kasus yang eksofoliasinya dalam keadaan lembab untuk menghindari infeksi.
3. Perawatan inap di isolasi
4. Konsultasi : Penyakit dalam, mata, ICU
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data Subyektif
• Mengeluh demam, badan menggigil
• Merasa lemah
• Kulit teraba tebal dan kaku
• Mengeluh nyeri hebat
1. Data Obyektif
• Kulit seluruh tubuh eritema dan eksfoliasi
• Edema
• Skuama halus / kasar
• Rambut rontok
• Elevated nail
• Hiperpigmentasi paska inflamasi
1. Data Penunjang
• Pemerikasaan histopatologi
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ganguan integritas kulit s.d luas / eksfoliasi
2. Potensial terjadinya infeksi s.d adanya luka terbuka akibat gangguan integritas
3. Gangguan konsep diri body image s.d skuama yang mengelupas di seluruh tubuh (seperti sisik)
C. Rencana Keperawatan
No Diagnosa
Keperawatan Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria hasil Rencana Tindakan
1 Ganguan integritas kulit s.d luas / eksfoliasi, ditandai dengan :
DS : -
DO : Pada seluruh tubuh terdapat pateh erythermatas dengan skuama tebal, berwarna putih dan mengelupas. Tujuan :
Integritas kulit pasien kembali utuh
Kriteria hasil :
Kulit utuh, eritema dan skuama hilang
Krusta menghilang
Daerah axilla dari inguinal tidak mengalami maserasi • Lakukan inspeksi lesi setiap hari
• Pantau adanya tanda-tanda infeksi
• Ubah posisi pasien tiap 2-4 jam
• Bantu mobilitas pasien sesuai kebutuhan
• Pergunakan sarung tangan jika merawat lesi
• Jaga agar alat tenun selau dalam keadaan bersih dan kering
• Libatkan keluarga dalam memberikan bantuan pada pasien
2 Potensial terjadinya infeksi s.d adanya luka terbuka akibat gangguan integritas, ditandai dengan :
DS : -
DO : Seluruh tubuh berwarna kemerahan dengan skuama berwarna putih diatasnya dan mengelupas Tujuan :
Tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil :
Hasil pengukuran tanda vital dalam batas normal.
- RR :16-20 x/menit
- N : 70-82 x/menit
- T : 37,5 C
- TD : 120/85 mmHg
Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi (kalor,dolor, rubor, tumor, infusiolesa)
Hasil pemeriksaan laborat dalam batas normal Leuksosit darah : 5000-10.000/mm3 • Lakukan tekni aseptic dan antiseptic dalam melakukan tindakan pada pasien
• Ukur tanda vital tiap 4-6 jam
• Observasi adanya tanda-tanda infeksi
• Batasi jumlah pengunjung
• Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet TKTP
• Libatkan peran serta keluarga dalam memberikan bantuan pada klien
3 Gangguan konsep diri body image s.d skuama yang mengelupas di seluruh tubuh (seperti sisik), ditandai dengan :
DS : Pasien menyatakan “mengapa saya kelihatan aneh seperti ini?”
DO : Pasien sering menutupi tubuhnya dengan selimut dan menyendiri Tujuan :
Pasien tidak mengalami gangguan konsep diri body image
Kriteria hasil :
Pasien tidak menarik diri dari kontak social
Pasien mau berpartisipasi dalam perawatan dirinya
Ekspresi wajah pasien tidak menunjukkan tanda berduka • Berikan support pada pasien untuk menerima keadaannya
• Kaji persepsi pasien tentang gambaran dirinya
• Jaga komunikasi yang baik dengan pasien dan bantu pasien untuk berkomunikasi dengan orang lain
• Catat adanya tingkah laku non-verbal atau tingkah laku negative
• Libatkan keluarga untuk meningkatkan konsep diri pasien
• Evaluasi sikap dan mekanisme koping pasien
Askep DHF
Ditulis oleh hidayat2 di/pada April 11, 2009
ASUHAN KEPERAWATAN DHF
1. Pengertian
DHF (Dengue Haemoragic fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina). (Christantie Effendy, 1995).
2. Etiologi
Virus dengue tergolong dalam famili/suku/grup flaviviridae dan dikenal ada 4 serotipe. Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke-III, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953 – 1954.
Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 700 C. Dengue merupakan serotype yang paling banyak beredar.
3. Patofisiologi
Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler.
Hal pertama yang terjadi stelah virus masuk ke dalam tubuh adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali).
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi.
Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di seluruh tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal.
4. Gambaran Klinis
Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi anatara 13 – 15 hari, tetapi rata-rata 5 – 8 hari. Gejala klinik timbul secara mendadak berupa suhu tinggi, nyeri pada otot dan tulang, mual, kadang-kadang muntah dan batuk ringan. Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada daerah supra orbital dan retroorbital. Nyeri di bagian otot terutama dirasakan bila otot perut ditekan. Sekitar mata mungkin ditemukan pembengkakan, lakrimasi, fotofobia, otot-otot sekitar mata terasa pegal.
Eksantem yang klasik ditemukan dalam 2 fase, mula-mula pada awal demam (6 – 12 jam sebelum suhu naik pertama kali), terlihat jelas di muka dan dada yang berlangsung selama beberapa jam dan biasanya tidak diperhatikan oleh pasien.
Ruam berikutnya mulai antara hari 3 – 6, mula – mula berbentuk makula besar yang kemudian bersatu mencuat kembali, serta kemudian timbul bercak-bercak petekia. Pada dasarnya hal ini terlihat pada lengan dan kaki, kemudian menjalar ke seluruh tubuh.
Pada saat suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat menghilang, bekas bekasnya kadang terasa gatal. Nadi pasien mula-mula cepat dan menjadi normal atau lebih lambat pada hari ke-4 dan ke-5. Bradikardi dapat menetap untuk beberapa hari dalam masa penyembuhan.
Gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia, purpura, ekimosis, hematemesis, epistaksis. Juga kadang terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda : anak menjadi makin lemah, ujung jari, telinga, hidung teraba dingin dan lembab, denyut nadi terasa cepat, kecil dan tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang.
5. Diagnosis
Patokan WHO (1986) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah sebagai berikut :
1) Demam akut, yang tetap tinggi selama 2 – 7 hari kemudian turun secara lisis demam disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, lemah, nyeri.
2) Manifestasi perdarahan :
1) Uji tourniquet positif
2) Petekia, purpura, ekimosis
3) Epistaksis, perdarahan gusi
4) Hematemesis, melena.
3) Pembesaran hati yang nyeri tekan, tanpa ikterus.
4) Dengan atau tanpa renjatan.
Renjatan biasanya terjadi pada saat demam turun (hari ke-3 dan hari ke-7 sakit ). Renjatan yang terjadi pada saat demam biasanya mempunyai prognosis buruk.
5) Kenaikan nilai Hematokrit / Hemokonsentrasi
6. Klasifikasi
DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi 4 derajat (Menurut WHO, 1986) :
1) Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, uji tourniquet , trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2) Derajat II
Derajat I dan disertai pula perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.
3) Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan daerah rendah (hipotensi), gelisah, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari (tanda-tanda dini renjatan).
4) Dejara IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium
Terjadi trombositopenia (100.000/ml atau kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat
dilihat dan meningginya nilai hematokrit sebanyak 20 % atau lebih dibandingkan nila hematokrit pada masa konvalesen.
Pada pasien dengan 2 atau 3 patokan klinis disertai adanya trombositopenia dan hemokonsentrasi tersebut sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DHF dengan tepat.
Juga dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada saat peningkatan suhu kedua kalinya leukopenia timbul karena berkurangnyam limfosit pada saat peningkatan suhu pertama kali.
8. Diagnosa Banding
Gambaran klinis DHF seringkali mirip dengan beberapa penyakit lain seperti :
1) Demam chiku nguya.
Dimana serangan demam lebih mendadak dan lebih pendek tapi suhu di atas 400C disertai ruam dan infeksi konjungtiva ada rasa nyeri sendi dan otot.
2) Demam tyfoid
Biasanya timbul tanda klinis khas seperti pola demam, bradikardi relatif, adanya leukopenia, limfositosis relatif.
3) Anemia aplastik
Penderita tampak anemis, timbul juga perdarahan pada stadium lanjut, demam timbul karena infeksi sekunder, pemeriksaan darah tepi menunjukkan pansitopenia.
4) Purpura trombositopenia idiopati (ITP)
Purpura umumnya terlihat lebih menyeluruh, demam lebih cepat menghilang, tidak terjadi hemokonsentrasi.
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :
1) Tirah baring atau istirahat baring.
2) Diet makan lunak.
3) Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF.
4) Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling sering digunakan.
5) Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
6) Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
7) Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
9) Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
10) Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
11) Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.
Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20 – 30 ml/kg BB.
Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 – 48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.
Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.
Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila :
1. Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi.
2. Hematokrit yang cenderung mengikat.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Dalam asuhan keperawatan digunakan pendekatan proses keperawatan sebagai cara untuk mengatasi masalah klien.
Proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yaitu : pengkajian keperawatan, identifikasi, analisa masalah (diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi).
1. Pengkajian Keperawatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal penting dilakukan oleh perawat. Hasil pengkajian yang dilakukan perawat terkumpul dalam bentuk data. Adapun metode atau cara pengumpulan data yang dilakukan dalam pengkajian : wawancara, pemeriksaan (fisik, laboratorium, rontgen), observasi, konsultasi.
a). Data subyektif
Adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau keluarga pada pasien DHF, data obyektif yang sering ditemukan menurut Christianti Effendy, 1995 yaitu :
1.) Lemah.
2.) Panas atau demam.
3.) Sakit kepala.
4.) Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
5.) Nyeri ulu hati.
6.) Nyeri pada otot dan sendi.
7.) Pegal-pegal pada seluruh tubuh.
8.) Konstipasi (sembelit).
b). Data obyektif :
Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas kondisi pasien. Data obyektif yang sering dijumpai pada penderita DHF antara lain :
1) Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan.
2) Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor.
3) Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis, ekimosis,
hematoma, hematemesis, melena.
4) Hiperemia pada tenggorokan.
5) Nyeri tekan pada epigastrik.
6) Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa.
7) Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin,
gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
Pemeriksaan laboratorium pada DHF akan dijumpai :
1) Ig G dengue positif.
2) Trombositopenia.
3) Hemoglobin meningkat > 20 %.
4) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat).
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia.
Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, netropenia, aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan basofil
1) SGOT/SGPT mungkin meningkat.
2) Ureum dan pH darah mungkin meningkat.
3) Waktu perdarahan memanjang.
4) Asidosis metabolik.
5) Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.
2. Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien DHF menurut Christiante Effendy, 1995 yaitu :
1) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).
2) Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.
3) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
4) Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma.
5) Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.
6) Resiko terjadi syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.
7) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (pemasangan infus).
Resiko terjadi perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.
9) Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien.
3. Perencanaan Keperawatan
1) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).
Tujuan :
Suhu tubuh normal (36 – 370C).
Pasien bebas dari demam.
Intervensi :
1. Kaji saat timbulnya demam.
Rasional : untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
2. Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam.
Rasional : tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
3. Anjurkan pasien untuk banyak minum (2,5 liter/24 jam.7)
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.
4. Berikan kompres hangat.
Rasional : Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh.
5. Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal.
Rasional : pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh.
6. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter.
Rasional : pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi.
2). Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.
Tujuan :
Rasa nyaman pasien terpenuhi.
Nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi :
1. Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2. Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang.
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri
3. Alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri.
Rasional : Dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.
4. Berikan obat-obat analgetik
Rasional : Analgetik dapat menekan atau mengurangi nyeri pasien.
3). Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
mual, muntah, anoreksia.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan posisi yang diberikan /dibutuhkan.
Intervensi :
1. Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien.
Rasional : Untuk menetapkan cara mengatasinya.
2. Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan.
Rasional : Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan pasien.
3. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur.
Rasional : Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan makanan .
4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
Rasional : Untuk menghindari mual.
5. Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari.
Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi.
6. Berikan obat-obatan antiemetik sesuai program dokter.
Rasional : Antiemetik membantu pasien mengurangi rasa mual dan muntah dan diharapkan intake nutrisi pasien meningkat.
7. Ukur berat badan pasien setiap minggu.
Rasional : Untuk mengetahui status gizi pasien
4). Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
dinding plasma.
Tujuan :
Volume cairan terpenuhi.
Intervensi :
1. Kaji keadaan umum pasien (lemah, pucat, takikardi) serta tanda-tanda vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan normalnya.
2. Observasi tanda-tanda syock.
Rasional : Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok.
3. Berikan cairan intravena sesuai program dokter
Rasional : Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami kekurangan cairan tubuh karena cairan tubuh karena cairan langsung masuk ke dalam pembuluh darah.
4. Anjurkan pasien untuk banyak minum.
Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh.
5. Catat intake dan output.
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
5). Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.
Tujuan :
Pasien mampu mandiri setelah bebas demam.
Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi
Intervensi :
1. Kaji keluhan pasien.
Rasional : Untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien.
2. Kaji hal-hal yang mampu atau yang tidak mampu dilakukan oleh pasien.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat ketergantungan pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
3. Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan aktivitasnya sehari-hari sesuai tingkat keterbatasan pasien.
Rasional : Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh pasien pada saat kondisinya lemah dan perawat mempunyai tanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari pasien tanpa mengalami ketergantungan pada perawat.
4. Letakkan barang-barang di tempat yang mudah terjangkau oleh pasien.
Rasional : Akan membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain.
6). Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan
Tubuh
Tujuan :
Tidak terjadi syok hipovolemik.
Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Keadaan umum baik.
Intervensi :
1. Monitor keadaan umum pasien
Rasional : memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui tanda syok dan dapat segera ditangani.
2. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam.
Rasional : tanda vital normal menandakan keadaan umum baik.
3. Monitor tanda perdarahan.
Rasional : Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga pasien tidak sampai syok hipovolemik.
4. Chek haemoglobin, hematokrit, trombosit
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
5. Berikan transfusi sesuai program dokter.
Rasional : Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah yang hilang.
6. Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik.
Rasional : Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera mungkin.
7). Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (infus).
Tujuan :
Tidak terjadi infeksi pada pasien.
Intervensi :
1. Lakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan pemasangan infus.
Rasional : Tindakan aseptik merupakan tindakan preventif terhadap kemungkinan terjadi infeksi.
2. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien, terjadi peradangan dapat diketahui dari penyimpangan nilai tanda vital.
3. Observasi daerah pemasangan infus.
Rasional : Mengetahui tanda infeksi pada pemasangan infus.
4. Segera cabut infus bila tampak adanya pembengkakan atau plebitis.
Rasional : Untuk menghindari kondisi yang lebih buruk atau penyulit lebih lanjut.
8). Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.
Tujuan :
Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
Jumlah trombosit meningkat.
Intervensi :
1. Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran pembuluh darah.
2. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat
Rasional : Aktivitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perdarahan.
3. Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih lanjut.
Rasional : Membantu pasien mendapatkan penanganan sedini mungkin.
4. Jelaskan obat yang diberikan dan manfaatnya.
Rasional : Memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai dosis yang diberikan.
9). Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan
yang dialami pasien.
Tujuan :
Kecemasan berkurang.
Intervensi :
1. Kaji rasa cemas yang dialami pasien.
Rasional : Menetapkan tingkat kecemasan yang dialami pasien.
2. Jalin hubungan saling percaya dengan pasien.
Rasional : Pasien bersifat terbuka dengan perawat.
3. Tunjukkan sifat empati
Rasional : Sikap empati akan membuat pasien merasa diperhatikan dengan baik.
4. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional : Meringankan beban pikiran pasien.
5. Gunakan komunikasi terapeutik
Rasional : Agar segala sesuatu yang disampaikan diajarkan pada pasien memberikan hasil yang efektif.
4. Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien anak dengan DHF disesuaikan dengan intervensi yang telah direncanakan.
5. Evaluasi Keperawatan.
Hasil asuhan keperawatan pada klien anak dengan DHF sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan atau perubahan yang terjadi pada pasien.
Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam berdarah dengue sebagai berikut :
1) Suhu tubuh pasien normal (36- 370C), pasien bebas dari demam.
2) Pasien akan mengungkapkan rasa nyeri berkurang.
3) Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan atau dibutuhkan.
4) Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pada pasien terpenuhi.
5) Aktivitas sehari-hari pasien dapat terpenuhi.
6) Pasien akan mempertahankan sehingga tidak terjadi syok hypovolemik dengan tanda vital dalam batas normal.
7) Infeksi tidak terjadi.
Tidak terjadi perdarahan lebih lanjut.
9) Kecemasan pasien akan berkurang dan mendengarkan penjelasan dari perawat tentang proses penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA
Sunaryo, Soemarno, (1998), Demam Berdarah Pada Anak, UI ; Jakarta.
Effendy, Christantie, (1995), Perawatan Pasien DHF, EGC ; Jakarta.
Hendarwanto, (1996), Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga, FKUI ; Jakarta.
Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Pembuat Blog Ini

Aan Liana Saputra ___E-mail : aanchacamata@yahoo.com _ Nama Akun facebook : Aan Chacamata
Select Language
Search
Tindakan Keperawatan
- Perawatan Kolostomi
- Pemeriksaan EKG
- Menyikat Gigi
- Menggunting Kuku
- Mengganti balutan basah dengan balutan kering
- Pemberian kompres dingin basah
- Pemberian Enema Atau Huknah
- Distraksi
- Relaksasi
- Menggaanti balutan
- Mencuci rambut (Keramas)
- Memandikan pasien di atas tempat tidur
- Mengganti alat tenun dengan pasien di atasnya
- Menyiapkan tempat tidur terbuka
- menyiapkan tempat tidur tertutup
- Memindahkan pasien pada posisi duduk di tepi tempat tidur
- memindahkan pasien dari tempat tidur ke brangkar
- Memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi roda
- Desinfeksi Alat Kesehatan
- Sterilisasi Alat Kesehatan
- Mencuci Tangan Bersih
- Mengukur Tinggi Badan
- Menimbang Berat Badan
- Menghitung Pernafasan
- Menghitung Denyut Nadi Radial
- Mengukur tekanan darah
- Mengukur Suhu Badan Aksila
- Mengukur Tinggi Badan
Diberdayakan oleh Blogger.
Tips-Tips
- Fungsi Darah Haid
- Cara Menghilangkan Karang Gigi
- Cara Menghilangkan Jerawat
- Penyebab Dan Cara Mengatasi Bau Mulut
- Cara Menghilangkan Stres
- Cara Berhenti Merokok
- Cara Membuat Anak Perempuan
- Cara Membuat Anak Laki-laki
- Teknik Aborsi
- Tindakan Aborsi
- Cara Hidup Sehat
- Alkohol Membunuh Sebanyak Tembakau
- Banyak Biji Banyak Manfaat
- Air Dan Diet
- Radikal Bebas Tak Selamanya Jadi Musuh
- Ancaman Kesehatan Di Perkotaan
- Biasakan Sarapan Agar Tetap langsing
- Bayam Cegah Kebutaan
- Keuntungan dan Kerugian Merokok
Tindakan Gawat Darurat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
smk kesehatan sumbawa barat

Pengikut
Aan Chacamata

- Aan Chacamata
- Ini adalah Blog Tentang Kesehatan,.,.,.,.,., semoga anda merasa puas dengan blog ini,.,.,.,.,.,
Daftar Penyakit
- Amnesia Disosiatif
- Penyakit Leukemia (kangker darah)
- Penyakit kangker rahim (serviks)
- Penyakit Leukimia (Kangker Darah)
- Penyakit Cacar (Herpes)
- Penyakit Serangan Jantung
- Penyakit Tuberkulosis (TBC)
- penyakit meningitis
- Penyakit Kangker Payudara
- HIV dan AIDS
- Penyakit Jantung Rematik (PJR)
- Penyakit darah rendah (Hipotensi)
- Penyakit gondongan (mumps atau parotitis)
- penyakit gagal jantung
- penyakit kangker kulit
- penyakit demam berdarah dengue (DBD)
- penyakit menular dan tidak menular
- penyakit asma
- penyakit diabetes melitus
- penyakit demam tifoit
- Penyakit Kaki Gajah
Asuhan Keperawatan
- Askep Infark Miokard Akut
- Askep Anak Ikterus (Hiperbilirubin)
- Askep Hidrosefalus
- Askep Sindrom Nefrotik
- Askep Sindrom Nefrotik
- Askep Anak Dengan Tetralogi Fallot
- Askep Hepatitits
- Askep Anak dengan Protein
- Askep Kehamilan Ektopik
- Askep Klien Dengan Sindrom Zat (NAPZA)
- Askep Diabetes Mellitus
- Askep penyakit Sirosis Hepatitis
- Askep Pneumonia
- Askep Hemoroid
- Askep Anak Demam Kejang
- Askep Anak dengan Protein
Tidak ada komentar:
Posting Komentar